Minggu, 21 Agustus 2011

Luminance HDR versi baru

Sekedar informasi,

Ingat bahasan sebelumnya mengenai olah foto HDR dengan Luminance? Versi barunya sudah dirilis kemarin dengan beberapa perbaikan dan fitur-fitur baru:

Antara lain tabbed windows dan preview...
Selain itu, khususnya buat para pengguna Windows, versi 2.1.0 yang baru ini dikatakan lebih cepat dan lebih stabil dari versi sebelumnya.

So, tunggu apa lagi? Unduh dan install Luminance-2.1.0 segera di situsnya.

Rabu, 17 Agustus 2011

Sabtu, 13 Agustus 2011

Tentang konsep...

Taking pictures or making pictures?

Suatu waktu dahulu kala, saya ingat pernah membaca kalimat seperti itu di sebuah majalah fotografi terbitan luar negeri. Sepenggal kalimat tanya yang menggelitik, apalagi di masa itu dimana saya baru mulai belajar memotret.

Apa bedanya antara "mengambil foto" dengan "membuat foto"?

Pertanyaan ini selama bertahun-tahun timbul dan tenggelam di dalam benak saya. Menjadikan diri saya seolah terobsesi untuk mencari tahu, bertanya dan bertukar pikiran, sampai akhirnya saya merasa cukup percaya diri untuk mencoba memformulasikan sebuah "jawaban" yang saya rasa cukup menjelaskan bagi diri saya sekarang ini:

"Konsep."

***

Mari kita lihat bidang arsitektur dan teknik sipil sebagai contoh. Dimulai dari profesi arsitek, satu profesi yang bertanggung jawab untuk merancang bangunan, mulai dari garasi hingga Burj Khalifa. Kemudian ada pula profesi insinyur teknik yang memungkinkan terwujudnya suatu rancangan bangunan itu menjadi sebuah karya nyata.

Berangkat dari sebuah gagasan, imajinasi atau khayalan mengenai suatu bangunan yang megah yang dikonkritkan dalam sebuah rancangan melalui tangan-tangan seorang insinyur. Setelah memperhitungkan segala faktor yang mungkin bisa mempengaruhi kekuatan bangunan tersebut, melakukan riset untuk meneliti kepadatan tanah, kekuatan dan arah angin dan lain sebagainya. Dengan semua pertimbangan-pertimbangan tadi, jadilah sebuah rencana. Sebuah masterplan.

Sebuah konsep.

Tapi sebuah konsep bangunan tidak akan menjadi nyata bila tidak ada pengetahuan know-how dalam membangunnya. Disinilah dimana peran seorang insinyur diperlukan karena dengan pengetahuan dan pengalamannya, ia mampu mewujudkan gagasan konkrit dalam bentuk konsep tadi menjadi sebuah bentuk dan fungsi yang sama dengan yang dirancang oleh sang arsitek.

Dialah yang bertanggung jawab mengawasi seberapa dalam pilar-pilar fondasi harus ditancapkan, jenis dan kekentalan campuran beton yang harus dipakai, batang-batang baja dan pengelasannya untuk menjadi tulang bangunan, ketebalan kaca-kaca yang dipakai untuk dinding-dindingnya dan seterusnya.

Begitulah, hingga akhirnya bangunan tersebut selesai dibuat dan tiba saatnya untuk meresmikannya.

Dalam perspektif lain yang masih berkaitan, seorang insinyur handal mungkin masih bisa tetap membuat sebuah bangunan sekalipun rancangan yang diberikan masih berupa sketsa kasar. Tapi hasil jadinya kemungkinan besar tidak akan sama seperti yang diinginkan, sama halnya dengan seorang arsitek kenamaan yang mempercayakan pembangunan rancangan hebatnya pada seorang insinyur yang kurang mahir.

***

Jadi apa hubungannya dengan fotografi?

Photographers, you are both the architect and the engineer of your own works.

Anda, para fotografer, adalah sekaligus arsitek dan insinyur dari karya-karya anda. Sebuah ide cemerlang dari suatu previsualisasi dalam kepala anda yang layaknya diimbangi dengan skill anda untuk menjadikan imaji dalam pikiran anda menjadi kenyataan. Dengan mengambil analogi diatas, jika anda mempunyai konsep dalam pemotretan anda, itu berarti anda tengah "membuat" foto dan bukan hanya sekedar mengambil foto.

Bayangkanlah suatu karya foto anda sebagai sebuah bangunan. Anda yang merancangnya untuk jadi seperti apa yang anda inginkan. Pertimbangkan soal cahaya yang dibutuhkan, apakah available light atau mungkin perlu lampu-lampu kilat studio? Seperti apa latar belakang yang diinginkan, apakah dengan latar belakang yang sedemikian blur dengan bokeh yang menarik? Atau mungkin dengan latar yang tajam untuk menunjukkan detail lokasi dan kegiatan sekitarnya? Lensa yang digunakan? Sudut pemotretan? Antisipasi momen? Dan seterusnya.

Lalu pada saat pemotretannya, anda menjadi "insinyur" bagi karya anda. Konsep, previsualisasi dan pertimbangan-pertimbangan tadi, diramu menjadi sebuah karya yang hasil akhirnya sangat tergantung dari kemampuan anda. Skill. Sesuatu yang harus dilatih terus menerus. Kemampuan yang hanya akan menjadi semakin baik seiring dengan bertambahnya pengalaman anda dalam memotret. Yang tak akan pernah bisa diraih secara instan.

Bagaimana jika anda mempunyai suatu konsep yang mantap namun kemampuan anda belum menunjang? Anda bisa menggunakan konsep itu sebagai target untuk diraih atau sebagai sarana untuk melatih diri anda. Atau anda bisa mendiamkannya dan hanya mengkhayalkan hasil jadinya saja. Meskipun, tentu saja, bila hal terakhir ini yang anda pilih, maka selamanya konsep itu hanya jadi bayangan belaka.

Kebalikannya, mungkin anda mempunyai skill yang bagus tapi lemah di konsep. Disini, kata-kata sang master, Ansel Adams, mungkin bisa menggugah anda:

"There is nothing worse than a sharp image of a fuzzy concept."

Jika anda tidak melatih diri anda untuk mulai berkarya dengan konsep, mungkin hasilnya tetap bagus tapi terlihat hanya seperti mengikuti hasil karya orang lain saja. Be original! Mulailah dari sekarang untuk memiliki kepribadian sendiri yang bisa terlihat dari karya-karya anda.

***

Begitulah, dan sekarang anda bisa melihat mengapa untuk menjadi seorang fotografer tidak sesederhana menekan tombol pelepas rana. Antara menjadi seorang picture taker atau picture maker, manakah yang anda pilih?

Salam.

Rabu, 10 Agustus 2011

Tutorial: Foto panorama dengan Hugin (III) - Pengolahan 2

Secanggih-canggihnya teknologi otomatisasi, tetap saja ada saat-saat dimana campur tangan penilaian manusia yang dilakukan secara manual dapat memberikan hasil yang lebih baik.

Hugin pun tak berbeda. Ada kalanya pendeteksian otomatis titik-titik kendali dari dua wilayah frame yang bertumpukan (overlap) gagal memberikan hasil yang optimal. Untuk itu ada satu fitur di jendela utama Hugin dalam tab yang bernama "Control Points":

Tab "Control Points" dengan titik-titik yang sama dari dua frame yang berbeda.
Disini, anda bisa melakukan pengeditan titik-titik kendali secara manual dengan mendeteksi dan mencocokkan kesamaan-kesamaan detail yang luput dari deteksi otomatis Hugin.

Caranya sangat mudah, anda tinggal mengarahkan kursor mouse ke arah salah satu foto diatas dan menekan tombol mouse pada detail yang anda inginkan lalu menggerakkan kursor ke foto sebelahnya untuk mencocokkan detail yang sama:

Perhatikan jendela pembesaran kecil pada foto di sebelah kiri...
...dan jendela kecil yang sama pada foto di sebelahnya bila kesamaannya terdeteksi.
Anda juga masih bisa menggeser-geser titik kendali tersebut bila masih merasa kurang mendapatkan kecocokan maksimum.

Perlu diingat disini, sebaiknya anda tidak mencocokkan detail pada bagian-bagian gambar yang banyak bergerak-gerak. Contoh ranting pohon sebagai titik kendali diatas sebenarnya adalah contoh yang kurang tepat mengingat angin bisa menggerak-gerakkannya yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada akurasi penghitungan Hugin. Jadi sebisa mungkin, cocokkanlah detail pada bagian yang lebih statis.

Bila hasilnya sudah dirasa cukup memuaskan, anda tinggal menekan tombol "Add" yang terletak di sudut kanan bawah untuk menambahkan titik kendali tersebut dalam kalkulasi Hugin. Lalu ulangi langkah diatas untuk menentukan titik-titik kendali yang lain pada pasangan foto yang berikutnya:




Dibutuhkan setidaknya 10-20 titik kendali dari sepasang foto yang berurutan untuk hasil yang optimal, jadi jika anda memulai deteksi manual dari awal, anda harus melakukan sedikitnya 9 kali deteksi manual lagi dengan posisi masing-masing titik kendali yang cukup tersebar per-pasangan foto. Semakin banyak titik kendali yang diketahui oleh Hugin, akan semakin baik hasil pengolahannya.

Setelah semua pasangan foto memiliki titik kendali yang cukup, selanjutnya tekanlah tab "Optimizer" yang terletak disamping kanan tab "Control Points":


Dalam menu Optimize sebenarnya terdapat beberapa opsi optimalisasi titik-titik kendali yang sudah dideteksi sebelumnya. Tapi untuk singkatnya, disini hanya akan ditunjukkan opsi default seperti pada ilustrasi diatas.

Tekanlah tombol "Optimize now!" untuk memulai dan setelah prosesnya selesai, anda akan diberikan laporan hasil optimalisasi:

Yes, tentu.
Langkah selanjutnya adalah menyeragamkan pencahayaan dari masing-masing frame dengan menekan tab "Exposure" di sebelah kanan tab "Optimizer" :


Disini juga anda tidak akan dibahas opsi-opsi lain selain opsi default pada menu seperti yang terlihat diatas.

Seperti sebelumnya, tekan tombol "Optimize now!" untuk memulai pemrosesan yang akan memunculkan jendela baru seperti dibawah ini:


Disitu tertulis pemberitahuan bahwa pengkoreksian pencahayaan dan vignetting (penggelapan) di sudut-sudut masing-masing frame dilakukan dengan menganalisa sampel-sampel nilai warna. Angka 200 diatas adalah jumlah titik / sampel yang akan dianalisa secara default. Tentu saja anda bisa memasukkan nilai lain bila anda mau, tapi sejauh saya memakai Hugin saya belum merasa perlu untuk memasukkan nilai selain nilai default diatas.

Tekanlah OK. Lalu setelah beberapa saat menunggu akan muncul jendela notifikasi baru seperti ini:

Apply results? Hell yes! :p
Sekedar klarifikasi: jendela notifikasi yang terletak paling bawah akan muncul setelah proses optimalisasi selesai yang ditandai dengan jendela notifikasi diatasnya.

Setelah hasil optimalisasi pencahayaan selesai, untuk melihat hasilnya, tekanlah ikon "Fast Preview Panorama" seperti ditunjukkan dalam dua ilustrasi berikut:



Yang akan membuka jendela baru dimana anda bisa melihat hasil olahan Hugin sebelum disimpan:

Fast panorama preview. Perhatikan tab-tab di kiri atas.
Pada tab "Projection" anda bisa memilih proyeksi hasil olahan selain silindris (Cylindrical) yang juga merupakan proyeksi default :


Meskipun tidak ditunjukkan disini, tapi pilihan-pilihan proyeksi mulai dari Rectilinear, Stereographic, Mercator dan lain sebagainya ada disitu seperti terdapat pada tab "Stitcher" di jendela utama Hugin.

Selanjutnya, bila anda masih kurang puas dengan hasil proyeksi panorama Hugin, pada tab "Move/Drag" anda bisa mengutak-atik proyeksinya dengan menggunakan mouse seperti dalam ilustrasi berikut:


3 tombol yang dilingkari merah (Center, Fit dan Straighten) berguna untuk mengembalikan proyeksi ke kondisi awal bila diperlukan. Jadi jangan takut untuk bereksperimen sesuka hati anda.

Bila anda sudah merasa puas dengan hasilnya, langkah berikutnya tinggal mengunjungi tab "Stitcher" pada jendela utama Hugin, melakukan kalkulasi sudut pandang, dimensi output dan cropping seperti telah diuraikan dalam bahasan sebelumnya,...


...menentukan nama dan lokasi penyimpanan hasil olahan,...


...dan menunggu hingga selesai.


Demikian.

Salam :)

Senin, 08 Agustus 2011

Tutorial: Foto panorama dengan Hugin (II) - Pengolahan 1

Ini adalah Hugin:

Hugin splashscreen dengan kode versi/tahun rilisnya.
Er, maksudnya, logo Hugin pada splashscreen sewaktu menjalankan aplikasi ini di komputer anda.

Sejenak kemudian, splashscreen ini akan menghilang diganti dengan jendela antarmuka (interface) Hugin yang sangat sederhana:

Antarmuka Hugin.
Seperti biasa, klik gambar di atas dan juga selanjutnya di bawah ini untuk memperbesar.

Bila anda sudah menyiapkan foto-foto untuk "dijahit" menjadi sebuah panorama seperti dalam bahasan sebelum ini,...

Sekedar menyegarkan ingatan :p
...maka yang perlu anda lakukan adalah menekan tombol di kiri atas yang bertuliskan "1. Load Images" yang akan membuka jendela pemilihan seperti ini (pada Ubuntu):

Maaf, gak tahu seperti apa di Windows dan Mac. Tapi seharusnya mirip-mirip jugalah :D
Pilih keempat file yang sudah disiapkan sebelumnya, lalu tekan tombol yang bertuliskan "2. Align" seperti dibawah ini:

Tekan "Align" untuk memulai pemrosesan.
Sejenak kemudian, akan muncul jendela baru yang mengindikasikan pemrosesan sedang berlangsung:


Setelah menunggu sejenak, yang lamanya tergantung dari berapa jumlah foto yang diproses, resolusinya dan juga kecepatan komputer anda, akan muncul jendela baru bernama "Fast Panorama Preview":

Anda bisa mengutak-atik tampilan panoramanya disini. Untuk itu akan dibahas belakangan.
Dapat dilihat disini bahwa Hugin berhasil mendeteksi titik-titik kendali (control points) dari masing-masing frame secara otomatis. Titik-titik kendali ini tak lain hanyalah objek yang sama yang ada dalam wilayah yang bertumpukan (overlap) dari dua foto yang diambil secara berurutan seperti diilustrasikan sebagai wilayah berwarna biru gelap dalam diagram ini:


PS: Anda bisa membuat seri foto seperti diatas tanpa menggunakan tripod khususnya bila tidak ada objek yang terletak terlalu dekat dalam bidang pandang lensa. Tapi tentu saja, hasilnya akan lebih baik lagi bila anda menggunakan tripod untuk memotret segmen-segmen input panorama ini untuk diolah dengan Hugin.

Selanjutnya kembali ke jendela Hugin, klik tab "Stitcher" seperti terlihat pada bagian yang dilingkari merah dalam ilustrasi dibawah ini:


Untuk lebih jelasnya:

Isi tab Stitcher. Perhatikan pula nama tab-tab lainnya. 
Tekanlah tombol-tombol di bagian yang dilingkari merah pada ilustrasi diatas secara berurutan. Dimulai dengan mengkalkulasi bidang pandang (Calculate Field of View), kalkulasi dimensi output yang optimal (Calculate Optimal Size) dan untuk secara otomatis meng-crop panorama (Fit Crop to Images).

Setelahnya, di bagian yang dilingkari biru, anda bisa memberi tanda centang pada opsi "Exposure fused from stacks" dan/atau "Exposure fused from any arrangement". Dua hal ini salah satu fungsinya adalah untuk menghasilkan output independen yang sudah dikoreksi dalam sudut pandang panorama dari masing-masing frame input asli sebelumnya. Sangat bermanfaat bila anda ingin melakukan koreksi secara manual setelah pemrosesan.

Lalu beri juga tanda centang pada opsi "Exposure corrected, low dynamic range" di bawahnya. Seperti opsi dengan nama yang sama diatasnya, ini untuk memastikan kecerahan yang sama pada masing-masing frame hasil pemrosesan untuk menghindari foto panorama yang "belang-belang".

Selanjutnya, tekan tombol di bagian sudut kanan bawah bertuliskan "Stitch Now" untuk memulai pemrosesan hasil final panorama.

Jahit sekarang! :p
Lalu akan terbuka jendela pemilihan lokasi penyimpanan hasil akhir dan juga sekaligus untuk memberi nama bagi file-file yang akan dibuat:


Untuk singkatnya, saya namakan file yang akan diciptakan sebagai Panorama001. Tekan tombol "Save" untuk memulai pengolahan yang akan memunculkan jendela baru seperti ini:

Ini cara Hugin untuk bicara "Jangan ganggu! Lagi sibuk!" :p
Setelah menunggu beberapa lama yang - sekali lagi - waktunya tergantung dari jumlah dan ukuran foto yang diolah serta kecepatan komputer anda:

Seperti terlihat pada file browser di Ubuntu.
Empat file yang dilingkari merah adalah file-file hasil olahan per-frame yang bisa dipakai untuk pengeditan secara manual. Untuk lebih jelasnya, saya tinggal membuka file Panorama001.tif dengan GIMP:

Yup. Looks good enough.
Hasil akhir.
Demikianlah. Di pembahasan Pengolahan I ini, anda telah mengetahui cara mengolah panorama dengan pendeteksian otomatis pada Hugin. Namun adakalanya Hugin tidak mampu mendeteksi titik-titik kendali (control points) secara cukup akurat. Atau mungkin anda lebih suka menentukan titik-titik kendali tersebut secara manual?

Hal-hal diatas - dan juga beberapa hal tambahan lainnya - akan diulas pada pembahasan berikutnya.

Stay tuned!

(Bersambung)

Minggu, 07 Agustus 2011

Tutorial: Foto panorama dengan Hugin (I) - Intro

Ah, foto panorama...

Foto yang seringnya bertemakan pemandangan alam - meskipun tidak selalu harus demikian, yang memanjang secara horizontal (atau juga vertikal), yang tak memberikan pilihan bagi mata selain untuk memindai pemandangan di dalamnya dari sisi ke sisi.

Yang melebarkan,...

(Not so) Rush Hour.
...atau meninggikan...

Mencakari langit.
...sudut pandang.

Begitulah singkatnya.

***

Ada beberapa macam cara untuk menghasilkan foto panorama. Cara yang paling mudah adalah dengan meng-crop bidang foto (yang umumnya mempunyai rasio panjang : lebar = 2:3 atau 3:4) menjadi 1:2 atau lebih. Hal ini dilakukan dengan membuang sebagian bidang atas dan/atau bidang bawah dari suatu foto sehingga seolah-olah hasilnya menjadi lebih lebar.

Perhatikan:

Dengan membuang sebagian bidang foto (yang digelapkan dalam ilustrasi ini),
...menghasilkan foto panorama seperti ini.
Cara ini, dan dengan fasilitas yang dulu pernah populer di kamera-kamera film format 135 yang dipromosikan mempunyai kemampuan "panorama", layaknya disebut sebagai "pseudo-panorama" karena hanya membuang bidang foto (atau hanya menutupi sebagian wilayah atas dan bawah film negatif agar tidak tercahayai). Dengan istilah lain, pandangan anda tidak dilebarkan, hanya dipicingkan.

Kerugian yang paling jelas adalah berkurangnya bidang foto (atau resolusi dalam foto digital) sehingga pembesaran gambarnya tidak akan menyamai foto panorama yang sesungguhnya.

Cara kedua adalah dengan memakai kamera khusus dengan lensa yang mampu berputar dari kiri ke kanan ataupun sebaliknya yang memindai bidang pandang untuk memfokuskan cahaya ke atas film atau sensor digital. Salah satu contohnya adalah kamera (film) Widelux:

http://en.wikipedia.org/wiki/Widelux
Dengan memakai kamera jenis ini, anda akan mendapatkan frame film dengan ukuran 24x72mm atau lebih; lebih panjang dari frame "normal" format 135 yang dimensinya 24x36mm.

Namun sepertinya tidak ada seri baru Widelux yang menggunakan sensor digital, meskipun ada merk lain seperti Panoscan yang menggantikannya. Tapi yang jelas, baik film maupun digital, kamera khusus panorama ini mempunyai satu kekurangan yang signifikan yakni harganya yang "kurang bersahabat" dengan kantong. Sekedar informasi, harga Widelux bekas di eBay bisa mencapai kisaran antara 1000 hingga 2500 dollar Amerika serta kamera Panoscan baru yang harganya "hanya" sekitar 40.000 dollar Amerika saja... 0_o

Tapi jangan kuatir, ada cara lain yang lebih "murah meriah" untuk membuat foto panorama. Meskipun cara ini relatif lebih merepotkan tapi anda bisa tetap menggunakan kamera yang anda punyai baik itu SLR digital, kamera saku maupun kamera di telepon genggam anda.

Cara ketiga ini adalah "panorama stitching" atau "menjahit panorama". Dimulai dengan mengambil beberapa foto secara berurutan dari sisi ke sisi dengan menyisakan sebagian bidang yang sama di masing-masing frame (overlap) untuk kemudian di proses (disambung-sambungkan atau "dijahit") dalam pengolahannya. Di beberapa kamera, cara ini bahkan telah menjadi fitur built in sehingga anda tidak perlu repot-repot lagi mengolahnya di komputer.

Contohnya adalah seperti ini:


Dapat dilihat disini bahwa masing-masing frame mempunyai sebagian bidang di kiri dan/atau di kanan yang juga terdapat di bidang foto berikut/sebelumnya. Lebih jauh, biar ilustrasi di bawah ini yang bicara:

Errr, yah... saya pikir sudah cukup jelas :p
Tentu saja, anda bisa membuat lebih dari empat frame dan dengan cakupan hingga 360°, tapi dua ilustrasi diatas sekaligus juga merupakan bahan-bahan untuk bahasan kali ini sehingga perlu untuk dibatasi demi kesederhanaan.

***

Anyway, pada bahasan kali ini, saya akan menyajikan tutorial mengenai cara membuat foto panorama dengan memakai perangkat lunak Open Source yang bernama Hugin. Perangkat lunak ini (yang juga gratis untuk diunduh dan diinstal) tidak hanya berfungsi sebagai "penjahit panorama" (panorama stitcher), tapi juga mampu difungsikan untuk mencari data koreksi distorsi lensa, menghasilkan output HDR (High Dynamic Range), menghasilkan berbagai macam proyeksi hasil olahannya dan lain sebagainya. Namun bahasan ini hanya akan mengulas pengolahan panoramanya saja.

Stay tuned!


(Bersambung)

Selasa, 02 Agustus 2011

20 tahun dan 1500 mil kemudian... (VI - Habis)

Even good things have to end...


Hal-hal menyenangkan pun tetap ada akhirnya. Setelah enam hari berada di Kerinci, kami harus mempersiapkan perjalanan kembali ke Padang untuk mengejar penerbangan kembali ke Jakarta esok harinya.

Tetapi sebelumnya saya sempatkan dulu mengunjungi bukit Kahyangan dengan diantar kemenakan saya.

Matahari terbit di bukit Kahyangan. Kota Sungai Penuh tertutup kabut di bawahnya.
Lokasinya yang tak seberapa jauh dari kota Sungai Penuh dan pemandangan alamnya yang menakjubkan membuat bukit ini menjadi salah satu objek wisata populer bagi penduduk setempat.

Matahari terbit diatas Sungai Penuh dalam HDR.

Bila memandang lurus ke arah Timur, selain melihat matahari terbit, anda akan mampu melihat pemandangan kota Sungai Penuh khususnya bila kabut yang menggantung rendah sudah terangkat. Tak hanya itu, bila keadaan lebih cerah lagi, jika anda mengarahkan pandangan ke Tenggara anda juga akan bisa melihat danau Kerinci di kejauhan.

Tapi bila memutar badan 90 derajat ke kiri hingga anda menghadap ke Utara, pemandangan inilah yang akan anda lihat:

Gunung Kerinci di kejauhan.
Atau dalam format horizontal, seperti dalam foto pembuka seri tulisan ini dimana gunung Kerinci tampak samar di bagian kiri atas foto:

Panorama arah Utara dari bukit Kahyangan. 
Lalu saya kembali memandang ke arah Timur dimana sisa-sisa kabut yang mulai menghilang memberikan perspektif unik yang menarik untuk difoto:

Bukit-bukit di arah Timur dengan aerial perspective.
Satu hal yang sudah jelas selagi saya berada disana: Untuk membuat foto-foto yang lebih bagus lagi, saya harus datang kembali dan mungkin harus menginap semalaman disana sebelumnya.

Ketika saya hendak berkemas meninggalkan tempat tersebut, tiba-tiba ada pemandangan lain yang membuat saya mengarahkan kamera ke atas. Langit yang sangat biru, dibantu dengan filter polarizer, dengan latar depan sebuah pohon yang menjulang dengan awan yang (nyaris) berbentuk hati sebagai pemanisnya:

Ain't it sweet?
Dan momen itu pun berlalu. Dengan menghela nafas panjang, saya berkata berulang kali di dalam hati bahwa seminggu adalah waktu yang terlalu singkat buat mengabadikan begitu banyak pemandangan alam yang menakjubkan di daerah ini.

"Next time... Next time..."

Ya, lain kali. Dengan seijinNya saya akan kembali lagi :)

***

Lalu tibalah saat keberangkatan, dengan diantar oleh sanak saudara, kami meninggalkan Sungai Penuh selepas Isya dengan kesibukan berbenah sebelumnya yang membuat saya tidak bisa banyak memotret.

Meski demikian, sebelum berangkat saya masih sempat didaulat mengenakan pakaian adat Kerinci untuk diabadikan sebagai kenang-kenangan:

Ahem... :p
Foto oleh Gian Pramayadi
Di tengah perjalanan, tepat sebelum melintasi perbatasan dengan Sumatra Barat, kami berhenti sebentar untuk melepas lelah.


Dan inilah batas Kabupaten Kerinci / Propinsi Jambi dengan Sumatra Barat:


Saya tak melewatkan kesempatan untuk bereksperimen dengan kamera ketika mobil yang saya tumpangi melewati jalan penuh tikungan. Dengan menempelkan kamera di dashboard mobil dan memeganginya sepanjang rana membuka selama 15 detik, menghasilkan foto seperti ini:

Looks nice, IMHO.
Jam setengah dua malam, di suatu tempat di Sumatra Barat, ketika mobil yang mengantar kami kembali berhenti, kali ini di sebuah rumah makan. Buat seseorang yang terbiasa dengan pekatnya polusi di langit Jakarta dimana hanya bintang-bintang yang paling terang yang bisa terlihat jelas di tengah malam sekalipun, pemandangan langit malam disitu terasa benar-benar luar biasa:

Ini bukan foto ketombe. Swear! ISO 1600 f/4 & 30 detik.
Jangan tanya mengenai suhu udara saat itu. Yang jelas, dinginnya udara disana akan membuat anda tidak perlu memasang AC mobil sepanjang perjalanan.

Azan subuh berkumandang ketika kami mencapai Indarung, tak seberapa jauh dari kota Padang. Kami kembali berhenti untuk beristirahat sekaligus menunaikah ibadah shalat subuh di sebuah masjid:


Lalu kami beranjak menuju Padang untuk menanti keberangkatan pesawat ke Jakarta.

Sambil menunggu, kami mengunjungi kerabat dari pihak paman saya yang berdomisili di Padang. Sayangnya saya tak ingat untuk mengambil foto karena sudah terlebih dulu terserang kantuk yang teramat sangat :(

Menjelang tengah hari, kami langsung menuju ke bandar udara Minangkabau, Padang. Kami sudah berada di bandara pada pukul sebelas meskipun pesawat kami baru akan berangkat pukul satu siang. 

Setelah memasuki pesawat, saya merasa lega sekaligus kecewa ketika mendapati tempat duduk yang tepat disamping jendela tapi dengan kaca jendela yang sangat kotor. Walaupun demikian saya masih tetap dapat mengambil foto ketika pesawat melintas diatas gunung Kerinci dan danau Kerinci dalam perjalanannya menuju Jakarta:

Puncak gunung Kerinci yang sebagian tertutup awan,...
...dan danau Kerinci dari ketinggian.
Satu setengah jam kemudian, sampailah kami kembali di Jakarta. Kembali ke kesumpekan ibukota. Dengan segala rupa fasilitas dan kemudahan yang harus dibayar dengan kepadatan, kegerahan dan kemacetannya.

Tapi perjalanan ini masih belum benar-benar usai. Masih dibutuhkan enam jam perjalanan lagi dari bandara untuk mencapai rumah di bilangan Jakarta Selatan... 

***

20 tahun, dan 1500 mil kemudian. 2400 kilometer perjalanan bolak balik dari Jakarta - Padang - Sungai Penuh - Padang - Jakarta, dan segala macam hal yang bisa ditemui diantaranya. Meniti jejak, menghitung jarak. Menjalin kembali silaturahim dan jalinan persaudaraan. Seperti tercermin dalam sebuah pepatah Kerinci yang diberikan ayah saya: 

"Menyulam yang koyak, menyambung yang putus, menisik yang sobek."

Dan betapa seminggu terasa teramat singkatnya. Masih teramat banyak hal-hal yang belum sempat terabadikan melalui lensa-lensa kamera saya. Hal-hal menakjubkan yang belum banyak diketahui orang.

Suatu hari nanti saya akan datang lagi.

Insya Allah.

Salam.