Selasa, 02 Agustus 2011

20 tahun dan 1500 mil kemudian... (IV)

Alkisah, di sebuah pagi buta, dari arah Jambi melajulah sebuah minibus dengan satu keluarga di dalamnya, kembali pulang ke kampung halaman setelah sang ayah puluhan tahun merantau di tanah orang.

Setelah melewati jalan berkelok di perbukitan, seketika terkuaklah pemandangan menakjubkan ketika kendaraan itu melewati jalan di pinggir danau, dimana cahaya langit selepas subuh samar menerangi kabut yang menggantung diatas permukaan danau yang sehalus kaca. Pemandangan ini sontak membelalakkan mata seorang anak lelaki kecil yang sebelumnya terkantuk-kantuk selama perjalanan panjang itu.

Begitu terkesannya ia dengan pemandangan yang dilihatnya, sehingga sampai kini ia masih mampu mengingat setiap detail yang terekam dalam ingatannya. Inilah yang menjadikannya ingin kembali ke danau tersebut sebagai sebuah janji pada diri sendiri untuk dipenuhi suatu saat kelak.

Puluhan tahun sesudahnya, di suatu malam di kota Sungai Penuh, sang bocah yang kini telah dewasa berniat untuk memotret pemandangan yang pernah dilihatnya itu. Disiapkannya diri untuk berangkat selepas shalat subuh, apalagi setelah sanak familinya disana bersedia mengantarkannya ke tempat yang pernah dilintasinya tersebut.

Dengan harapan akan terpenuhinya sebuah janji, tidurlah ia setelah sebelumnya meneguk segelas teh telur...

Big mistake. Setelah tidur sejenak, di tengah malam ia terbangun dan tak bisa memejamkan mata kembali hingga usai shalat subuh dimana tiba-tiba kantuknya datang kembali.

Kesiangan! :|

Meskipun matahari baru terbit dari balik perbukitan ketika ia dan saudara-saudaranya mencapai tepian danau, namun kabut telah menghilang. Jadilah ia mencukupkan diri dengan apa yang ada:

Panorama danau Kerinci.
Sambil di dalam hatinya ia berkata berulang kali untuk diri sendiri:

"Next time... Next time..."

But all is not lost. Meskipun tidak seperti yang diharapkan pada awalnya, tapi sepanjang perjalanan mengelilingi danau itu, ia mendapati banyak hal-hal lain yang menarik untuk diabadikan seperti tujuh burung Kuntul yang bertengger pada batang-batang bambu yang ditancapkan di dasar danau:

Tujuh Kuntul di danau Kerinci.
Atau ketika mereka - para burung itu - memutuskan untuk terbang kembali dan melakukan fly pass, ia cukup beruntung dimana dua ekor yang terbang paling dulu dapat ditangkap oleh kameranya:

In Flight
(Meskipun ia tetap harus meng-crop hasil bidikannya untuk mendapat pembesaran seperti diatas...)

Kemudian pandangannya diarahkan kembali ke tempat semula, dimana kini seorang penduduk setempat dengan perahu kayuhnya melintas diantara batang-batang bambu dimana burung-burung itu bertengger sebelumnya:

Row, row, row your boat... :p
Lalu ia diajak mengunjungi sebuah masjid lain yang terletak di sebuah desa di pinggir danau. Masjid yang dibangun di tahun 1785 ini bernama Masjid Keramat dan mempunyai keunikan sejarahnya sendiri dimana di tahun 1903 dan 1939 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan pemukiman sekitarnya namun masjid ini masih tetap tegak berdiri tanpa mengalami kerusakan. Demikian halnya dengan gempa bumi di masa pendudukan Jepang di tahun 1942 yang juga tidak merusak bangunannya sementara pemukiman di sekitarnya rata dengan tanah.

Untuk mengunjunginya, ia harus melewati gerbang pagar yang bertuliskan nama masjid tersebut:

Gerbang masuk. Atap ruang utama masjid bisa terlihat sebagian disini.
Di gerbang ini, ia melihat keunikan lain yang entah apakah sudah dari dulu atau baru-baru ini saja ada disana:

Tempelan keramik dengan motif kincir angin Belanda.
Sayangnya tak terpikirkan olehnya untuk bertanya lebih jauh kepada penduduk setempat mengenai hal ini karena ia sudah terlanjur asyik memotret hal-hal lain yang ada di masjid tersebut. Hal-hal lain seperti menara uniknya:

Menara masjid Keramat, masih dalam bentuk aslinya.
Dan juga interior beranda masjid yang bisa dipotretnya dari luar dengan beberapa sudut pengambilan:

Beranda masjid, sayangnya saat itu masjid sedang ditutup.
Sudut lain beranda masjid.
Beranda, tampak dari samping.
Sebelum beranjak pergi, disempatkannya memotret papan nama yang berisi peringatan bangunan yang dilindungi oleh undang-undang Hindia Belanda di tahun 1931 tentang "Monumenten Ordonantie"

Papan peringatan dengan peraturan tahun 1931 yang melindungi masjid ini.
Dan juga detail bangunan utama yang tampak dari luar berupa ukiran-ukiran dalam warna-warni yang cerah:
Detail eksterior.
Dari sana, ia diajak untuk mengunjungi beberapa sanak famili lainnya, untuk memperkenalkan diri, bertegur sapa dan berbincang-bincang hingga sore menjelang.

Another day full of nice experiences. Betapa satu hari lagi yang penuh dengan pengalaman menarik, pikirnya. Tak hanya ia mendapatkan banyak foto-foto yang cukup bagus baginya, namun ia pun jadi mengenal lebih banyak lagi saudara-saudara yang selama ini belum diketahuinya.

Sebagai penutup hari itu, sebelum matahari terbenam, disempatkannya memotret pemandangan sawah di lembah Kerinci dengan teknik HDR yang menjadi kesukaannya:


(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar